Resensi Novel Lurah Desa Cakruk
Penulis : Choirul Anwar
ISBN : 978-979-1409-72-8
Tebal : 66 halaman
Penerbit : Insan Madani
Tahun Terbit : 2007
Harga Buku : - (Milik Perpustakaan Desa Wangurer Barat)
Blurb:
Nurdin adalah anak penabuh kendang Desa Cakruk yang hidup sederhana. Namun, didikan orangtuanya menjadikannya tumbuh sebagai pribadi yang jujur dan berbakti.
Dirangkai dalam alur yang sederhana, novel ini menghadirkan kisah perjalanan hidup yang menggugah. Sebuah kisah tentang ketekunan, kejujuran, dan cinta.
Dalam 60 lembar lebih sedikit, penulis berhasil menyajikan kisah Nurdin dengan apik. Menggunakan alur maju, pembaca tidak akan merasa ada bagian yang diskip. Alias tiba-tiba saja sudah dewasa, menikah dan hidup bahagia di tepi hutan larangan. Eh.🤭🤣🤣
Ukuran novel yang hanya 11,5 x 17 cm (mirip buku diary yang pake kunci) rasanya berbanding terbalik dengan isinya yang sarat pesan moral. Apalagi cara penyampaiannya halus bin mulus. Jauh dari kesan menggurui. Isi novel juga tidak melulu tulisan melainkan ada ilustrasi yang dikerjakan dengan baik.
Pilihan kertas untuk cover bukunya juga tepat untuk ukuran buku yang travelable. Enak digenggam dan tidak berisik saat dibuka tutup. Bukan jenis yang eksklusif tapi bukan yang murahan juga (doain ya aku gak malas buat update tentang macam-macam kertas cover buku).
Meski begitu ada dua kesalahan kecil pada buku bagus ini. Pertama, kesalahan ketik pada halaman 7. Mayapada ditulis secara terpisah. Maya pada. Padahal kata mayapada hanya terdiri dari satu suku kata saja. Kedua, ada adegan terbalik di halaman 16-17. Yang seharusnya di halaman 17 diletakkan pada halaman 16. Sebaliknya adegan untuk halaman 17 diletakkan pada halaman 16. Sekilas memang tidak terlalu mengganggu. Tetapi, poin ini bisa dijadikan pelajaran oleh mereka yang berniat menerbitkan novel. Cek and ricek tata bukumu -karena editor dan bagian layout juga manusia biasa- sebelum dilempar ke pasaran.
Berikut kata-kata mutiara dari novel Lurah Desa Cakruk. Sengaja aku bikin dalam bentuk gambar biar lebih cakep kek yang bikin😉🤭🤣
Btw, novel ini mengingatkan aku pada tiga ujar-ujaran lama:
Pertama, belakang parang pun jika diasah, niscaya tajam. Tidak ada yang mustahil di dunia ini. Anak seorang lurah yang baik bukan mustahil menjadi garong yang mengganggu ketenteraman desanya. Pun dengan anak seorang tukang kendang yang tekun dan ulet. Tidak muskil menjadi lurah yang baik dan membawa kemajuan untuk desanya.
Kedua, buah tidak selalu jatuh jauh dari pohonnya. Terkadang buah suka nakal. Jatuh lalu bergulir jauh dari pohon. Apalagi jika pohon tumbuh di tanah yang miring. Wkwk.
Ketiga, sejak kecil terinjak-injak, hingga besar terbawa-bawa itu fakta. Terbiasa berakhlak sejak dini, hingga dewasa akan pandai membawa diri. Sebaliknya sejak kecil slonong boy, setelah dewasa bisa jadi akan sulit diatur.
Nah, demikian resensi novel Lurah Desa Cakruk. Selamat mencari bukunya, selamat membaca, dan terima kasih sudah mampir. Sampai jumpa di postingan berikutnya.
Salam Blogger, Salam Cinta Buku 🅱️📚
Komentar
Posting Komentar